Kedewasaan itu tak serta-merta beriring dengan umur yang makin berjumlah, dan memang begitulah adanya…
Aku tidak mengerti, sempat aku membaca mengenai proses kematangan seseorang, kematangan fisik, maupun kematangan jiwa dalam diri manusia. Tapi bagiku, itu hanyalah proses, proses yang akan kulalui, begitu saja….
Dahulu seperti itulah ku mengira, kehidupan ini, dalam diri ini dengan proses pendewasaannya
Dulu aku bagaikan mati rasa, ataukah dulu aku adalah aku yang pandai bersyukur? hingga semua terasa baik-baik saja, hidup terasa akan lempeng-lempeng saja, hingga nanti…
Memang dalam tiga tahun belakangan, telah banyak perubahan terjadi padaku. Mulai dari pola pikir, prilaku, tujuan, tujuan? Dari mana datangnya tujuan itu, dulu…?
Dulu, jika ku pikir-pikir, aku seperti terarahkan oleh angin, angin yang membawaku pada mereka, yang memberiku warna, dan aku kanvasnya, hanya kanvas putih yang siap ditumpahi cat. Heran aku dibuatnya…
Duh, bagaimana jika angin membawaku kepada mereka yang mungkin akan memberi warna-warna yang redup, gelap. Meski ku tahu, siapalah lagi yang mampu menentukan arah hembusan angin itu…
Kini, sungguh... aku merasa seperti bayi yang baru membuka matanya pertama kali… tapi apa yang kulihat? Aku melihat diriku, dengan perasaan yang sedikit pilu dan malu. Apanya yang baik-baik saja?
Sungguh, baru kali ini aku merasa, masih belum apa-apa. Yang tadinya kurasa, semua baik-baik saja, tapi ternyata diri ini tak sebaik yang kusangka, sebelumnya…
Kian hari, ku perhatikan diri ini lekat-lekat. Satu demi satu, kutemukan celah-celah itu. Sebagian telah terisi, tak sedikit yang berisi kekeliruan. “mengapa baru kusadari?”
Setelah itu, apakah timbul sesal?
“tidak!”
Justru, dengan itu semua, akhirnya aku memahami apa itu proses pendewasaan diri.
Justru, dengan itu semua, akan lahir aku yang lebih baik lagi.
Justru, dengan itu semua, aku bersyukur. Mungkin inilah titik balik untukku, merubahnya semampuku, selagi ku diberi-Nya waktu.
Semua ini terasa seperti bebatuan, aku tersandung olehnya kemudian terperosok, lalu timbul luka menganga yang begitu perih. Tapi Ya Rabb, tiap kali perih itu kurasakan, saat itu pula tiap sujudku terasa begitu lekat, nyaman dan syahdu. Deru-derai air mata yang menetes, terasa seperti butir-butir kesejukan melunakkan hati yang kian membeku. Jika memang begitu cara-Mu mencintaiku, aku rela sebanyak apapun luka itu menimpaku. Tapi, jika itu semua adalah teguran dari-Mu karena ke-alfa-an ku. Jangan timbulkan dalam diri ini, selain rasa jera dan rasa cinta yang kian mendalam kepada-Mu. “Ya Rabb yang Maha Pemurah, ampunilah aku, lindungilah aku dari keburukan perbuatanku….”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri tanggapan ya! ^^